Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar jalar selalu kian kemari
Umpan yang besar itulah yang di cari
Ini dia lah yang terbelakang.....
Permainan tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk ke Indonesia. Dahulu, anak-anak bermain dengan menggunakan alat yang seadanya. Namun kini, mereka sudah bermain dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan mulai meninggalkan mainan tradisional. Seiring dengan perubahan zaman, pPermainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional.
Senin, 25 April 2011
Profil Unik : Daniel Supriyono "Maestro Mainan Tradisional"
Realitas memperlihatkan kebanyakan anak pada abad ke-21 ini dikelilingi mainan digital, seperti game pada komputer, Nintendo, dan Playstation. Juga mainan yang terbuat dari plastik, seperti robot-robotan dan boneka Barbie. Golek atau boneka terbuat dari kayu yang dulunya merupakan kawan baik anak perempuan, sudah tersisihkan oleh boneka Barbie tersebut. Dengan rambut pirang panjang dan bajunya yang bisa diganti dengan pakaian lain sesuai mode yang diinginkan, boneka Barbie merupakan dambaan anak kecil sedunia.
Kendati demikian, celah atau prospek untuk mainan tradisional itu ada meskipun orang zaman sekarang lebih menyukai mainan modern yang serba elektronik, kata Daniel Supriyono seorang kolektor mainan tradisional. Pria kelahiran Kudus Jawa Tengah, itu menganjurkan agar anak diberi keseimbangan. "Mereka juga harus dikenalkan pada mainan tradisional. Dalam hal ini, orangtua berperan mengenalkan anak pada mainan tradisional dan jangan hanya mengenalkan mainan modern saja. Sebaliknya, anak juga jangan hanya dikenalkan pada mainan tradisional saja,".
Dari segi mengedukasi anak-anak, bahan yang natural bisa menjadi mainan. Contohnya, bahan seng bisa jadi mainan kaleng, bahan dari timah untuk roda timah. Kalau minat ini sudah dipupuk sejak kecil, siapa tahu akan menjadi kolektor juga. .
Sebagai penggemar mainan tradisional, Daniel memiliki koleksi mainan daerah dari berbagai pelosok di Indonesia. Ia mengumpulkan mainan dimaksud setiap kali ditugaskan keluar kota. "Di mana saya berada, saya biasanya mencari mainan tradisional," paparnya. Ia kerap ke pasar malam dan tradisional seperti pasar Kiaracondong di Bandung. Bila sempat, ia meluangkan waktu menelusuri toko-toko lama, kampung dan kota, seperti Medan, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Bandung, Yogyakarta, dan Cirebon.
Mainan favorit Daniel sendiri berupa roda timah atau disebut roda kaleng dari Pekanbaru. Peraturan permainan mudah saja, jelas Daniel, roda timah dipelintir satu atau dua kali dengan seutas tali sepatu. Sang pelintir roda yang bergerak paling lama, lantas keluar sebagai pemenang.
Menurut Daniel, peminat mainan tradisional beraneka ragam, dari anak kecil sampai lanjut usia (lansia). "Anak kecil suka karena mereka penasaran dan tertarik pada proses serta fungsi mainan itu. Misalnya, mainan ditiup seperti burung-burungan karena menghasilkan bunyi ataupun mainan kayu yang bergerak seperti kuda-kudaan," ungkapnya.
Koleksi Daniel antara lain terdiri dari gasing dan layang-layang kain. Mainan asal Bali berbentuk burung, layang-layang tersebut dilengkapi cakar yang dibungkus karet dan benang merah supaya mirip dengan aslinya. Layang-layang yang tersedia dalam bentuk kupu-kupu pula terbuat dari kain parasut berwarna hijau, biru, dan kuning cerah.
Di antara koleksi mainan Daniel, ditemukan pula kuda-kudaan terbuat dari kayu randu dengan koboi duduk di atas pelana kuda. Pengaruh budaya barat dalam mainan tradisional terlihat dalam koboi berpistol dengan topi dan selendang yang dicat merah tua. Kendati cara mainnya hanya digerakkan maju mundur saja.
Koleksi Daniel yang paling populer dan diminati banyak orang adalah mainan yang mampu mengeluarkan suara, contohnya, etek-etek dan othok-othok. Etek-etek berupa boneka kayu yang bila digoyangkan, lehernya yang menonjol terpukul oleh kedua tangan boneka dan menimbulkan suara. Sedangkan, othok-othok berbentuk drum kecil yang diikatkan serangkaian kayu.
Ada juga mainan tradisional daerah Yogyakarta terbuat dari tanah liat. Kodok-kodokan, misalnya, yang mengeluarkan suara ketika kepala dan kakinya dipencet bersamaan serta burung-burungan yang berbunyi seperti burung perkutut jika ditiup.
Juga tamborin. Tamborin dari Bali ini berupa tamborin keluek, kerang, dan biji karet. Semuanya terbuat dari bambu. Besi yang dibakar dan ditempelkan pada bambu memberi motif indah berwarna hitam. Baik biji karet, kerang, maupun keluek diikat dengan tali dipucuk bambu. Bila digoyangkan, menimbulkan nada yang berbeda satu sama lain. Itulah keunikan mainan Tanah Air. Hanya menggunakan bahan alami di sekitar kita.
Selain tamborin, terdapat juga mainan anak asal daerah Pantura. Gamelan terbuat dari kayu randu seperti kuda-kudaan. Logam dipaku di atas kayu randu itu sehingga ketika dipukul dengan setangkai kayu, menimbulkan suara bagaikan alunan musik di telinga. Nada gamelan diatur oleh panjang pendeknya logam. Meskipun kayu randu dicat murahan, namun corak warna cat mencolok itulah yang merupakan ciri khas gamelan.
Kendati berwarna-warni dan mudah menimbulkan efek gerak, mainan daerah tidak luput dari kekurangan. "Mainan gampang rusak akibat suhu udara dan tidak semuanya aman untuk anak-kanak berhubung terbuat dari bahan natural yang rentan kena rayap dan air," ungkap Daniel. Contohnya saja, kuda-kudaan yang terbuat dari kayu randu. Mainan itu mudah patah bila jatuh. Pada umumnya, koleksi Daniel bertahan sekitar tiga bulan. "Bisa jadi bubuk karena rayap," kata pria itu sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Tamborin keluek, imbuhnya, juga dimakan rayap sehingga menjadi serbuk bambu.
Kendati Daniel belum memiliki toko sendiri karena kekurangan modal, ia tetap gigih dalam upayanya memelihara kelestarian aneka mainan Nusantara. [RPS/N-5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar