Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar jalar selalu kian kemari
Umpan yang besar itulah yang di cari
Ini dia lah yang terbelakang.....
Permainan tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk ke Indonesia. Dahulu, anak-anak bermain dengan menggunakan alat yang seadanya. Namun kini, mereka sudah bermain dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan mulai meninggalkan mainan tradisional. Seiring dengan perubahan zaman, pPermainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional.
Sabtu, 30 April 2011
Benthik
Benthik cukup mudah dilakukan. Siapkan minimal 3 bambu yang sudah diraut. 2 berukuran sekitar 50 cm, sedang satunya sebagai umpan berukuran 20-an cm. Permainan ini bisa dilakukan minimal berdua, tapi bisa juga dilakukan lebih dari dua.
Kemudian gali tanah sedalam 5 cm. dibuat agak lebar untuk melatakkan umpan. Letakkan umpan di tengah tanah yang sudah kita gali itu. Kemudian lentikkan dengan bambu yang lebih panjang. Lawan kita kita harus menepisnya dengan bambu yang dia pegang juga.
Ada istilah 'patil lele' dalam permainan ini. Yaitu, umpan diganjal dengan batu keci, Kemudian disentil dengan bambu sekeras-kerasnya. Kalau bisa melenting jauh dan tidak tertangkap lawan kita, bisa jadi kitalah pemenang permainan ini.
Kamis, 28 April 2011
Oray-Orayan
Permainan Oray-orayan (dalam bahasa Indonesia: Ular-ularan) cukup terkenal di tataran Sunda. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan terbuka dengan jumlah pemain bebas, semakin banyak semakin seru tentunya. Cara bermain oray-orayan cukup sederhana namun tetap dibutuhkan kelincahan dan kekompakan para pemainnya. Pemain terdepan, yang menjadi kepala oray, berusaha menangkap pemain yang paling belakang, yang menjadi ekor oray, sehingga barisan bergerak meliuk-liuk seperti oray sungguhan. Barisan ini tidak boleh terputus. Sambil bermain, pemain melantunkan kawih
Oray-orayan luar leor ka sawah …,
Tong ka sawah parena keur sedeng beukah
Oray-orayan luar leor ka kebon …,
Tong ka kebon aya barudak keur ngangon
Dalam bahasa Indonesia, kawih di atas kurang lebih berbunyi seperti ini:
Ular-ularan bergerak-gerak menuju sawah…,
Jangan ke sawah padinya sedang mekar
Ular-ularan bergerak-gerak menuju kebun…,
Jangan ke kebun ada anak-anak sedang menggembala
Selasa, 26 April 2011
Yuk kenalan sama pencinta mainan tradisional: Mohamad Zaini Alif & Komunitas Hong
Mendengar namanya, mungkin ada yang belum tahu dengan komunitas yang satu ini. Komunitas Hong adalah komunitas yang mempunyai tekad untuk melestarikan mainan dan permainan rakyat. Menurut sang pendiri, mengapa mengambil kata "hong" karena "hong" merupakan sebuah kata awalan saat kita sedang bermain. Ingatkah Anda, semasa kecil dulu kita sering melakukan 'hompimpa' untuk mengundi siapa yang jalan duluan. "Hong" disini merupakan awalan dari 'hompimpa' lalu menjadi "hong."
Komunitas yang didirikan sejak tahun 2003 ini, ternyata telah melakukan penelitian tentang mainan sejak tahun 1996. Adalah Mohamad Zaini Alif seorang lulusan Institut Teknologi Nasional (Itenas) dan ITB yang meraih gelar S1 dan S2-nya dalam jenjang pendidikan Desain Produk, yang mendirikan Komunitas Hong.
Rasa cintanya terhadap mainan tradisional sejak masih duduk di bangku sekolah inilah yang membawanya mendirikan komunitas dengan 150 orang anggota di dalamnya. Anggota tersebut berasal dari masyarakat berbagai usia. Dari umur 6 tahun hingga yang berusia 90 tahun sekalipun. Yang masih tergolong anak-anak biasa hanya memainkan permainan saja, sedangkan untuk yang dewasa adalah sebagai narasumber dan pembuat mainan.
Di dalam Komunitas Hong ini, mereka mengeksplor dan merekonstruksi mainan rakyat, baik mainan dari tradisi lisan ataupun tulisan berupa naskah-naskah jaman dahulu, dan berusaha memperkenalkan mainan rakyat.Menurut penuturan Mohammad Zaini Alif – ternyata terdapat sekitar 168 permainan tradisional yang telah direkonstruksi ulang loh! Wow, banyak juga ya ternyata, dan sepertinya hanya sebagian kecil saja yang kita kenali. Ada berapa mainan tradisional yang sudah direkonstruksi seperti kolecer (baling-baling yang biasa ditiup angin di sawah, terbuat dari bambu atau daun kelapa), rorodaan (sepeda-sepedaan terbuat dari bambu dan kayu), wayang dari batang singkong, gasing jajangkung (egrang ala Sunda), dan lain-lain.
Komunitas Hong juga menerapkan kegiatan-kegiatan, diantaranya:
- Pemuatan Kampung Kolecer, yatu tempat melatih mainan dan permainan rayat yang ada di Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.
- Pendirian Museum Mainan Rakyat di Bandung untuk lebih mengedepankan dan memperkenalkan mainan rakyat.
- Menyelenggarakan Festival Kolecer, yaitu festival mainan rakyat dengan berbagai upacara adat.
Nah, apa kamu makin penasaran? Buat kamu yang ingin juga melihat secara langsung bagaimana rupa dari Komunitas Hong ini, bisa mencarinya di areal Car Free Day Dago setiap hari Minggu pagi. atau kamu bisa juga kunjungi pusatnya di Bukit Pakar Utara Bandung.
Komunitas Hong
Pusat Kajian Mainan Rakyat
Pusat : Jl. Bukit Pakar Utara 35 Dago Bandung Tel. 022-2515775
Showroom : Jl. Merak 2 Bandung Tel.
Workshop: Kampung Kolecer, Kmp. Bolang desa Cibuluh Kec. Tanjungsiang Kab. Subang
Tel : 0260-480026
Senin, 25 April 2011
Profil Unik : Daniel Supriyono "Maestro Mainan Tradisional"
Realitas memperlihatkan kebanyakan anak pada abad ke-21 ini dikelilingi mainan digital, seperti game pada komputer, Nintendo, dan Playstation. Juga mainan yang terbuat dari plastik, seperti robot-robotan dan boneka Barbie. Golek atau boneka terbuat dari kayu yang dulunya merupakan kawan baik anak perempuan, sudah tersisihkan oleh boneka Barbie tersebut. Dengan rambut pirang panjang dan bajunya yang bisa diganti dengan pakaian lain sesuai mode yang diinginkan, boneka Barbie merupakan dambaan anak kecil sedunia.
Kendati demikian, celah atau prospek untuk mainan tradisional itu ada meskipun orang zaman sekarang lebih menyukai mainan modern yang serba elektronik, kata Daniel Supriyono seorang kolektor mainan tradisional. Pria kelahiran Kudus Jawa Tengah, itu menganjurkan agar anak diberi keseimbangan. "Mereka juga harus dikenalkan pada mainan tradisional. Dalam hal ini, orangtua berperan mengenalkan anak pada mainan tradisional dan jangan hanya mengenalkan mainan modern saja. Sebaliknya, anak juga jangan hanya dikenalkan pada mainan tradisional saja,".
Dari segi mengedukasi anak-anak, bahan yang natural bisa menjadi mainan. Contohnya, bahan seng bisa jadi mainan kaleng, bahan dari timah untuk roda timah. Kalau minat ini sudah dipupuk sejak kecil, siapa tahu akan menjadi kolektor juga. .
Sebagai penggemar mainan tradisional, Daniel memiliki koleksi mainan daerah dari berbagai pelosok di Indonesia. Ia mengumpulkan mainan dimaksud setiap kali ditugaskan keluar kota. "Di mana saya berada, saya biasanya mencari mainan tradisional," paparnya. Ia kerap ke pasar malam dan tradisional seperti pasar Kiaracondong di Bandung. Bila sempat, ia meluangkan waktu menelusuri toko-toko lama, kampung dan kota, seperti Medan, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Bandung, Yogyakarta, dan Cirebon.
Mainan favorit Daniel sendiri berupa roda timah atau disebut roda kaleng dari Pekanbaru. Peraturan permainan mudah saja, jelas Daniel, roda timah dipelintir satu atau dua kali dengan seutas tali sepatu. Sang pelintir roda yang bergerak paling lama, lantas keluar sebagai pemenang.
Menurut Daniel, peminat mainan tradisional beraneka ragam, dari anak kecil sampai lanjut usia (lansia). "Anak kecil suka karena mereka penasaran dan tertarik pada proses serta fungsi mainan itu. Misalnya, mainan ditiup seperti burung-burungan karena menghasilkan bunyi ataupun mainan kayu yang bergerak seperti kuda-kudaan," ungkapnya.
Koleksi Daniel antara lain terdiri dari gasing dan layang-layang kain. Mainan asal Bali berbentuk burung, layang-layang tersebut dilengkapi cakar yang dibungkus karet dan benang merah supaya mirip dengan aslinya. Layang-layang yang tersedia dalam bentuk kupu-kupu pula terbuat dari kain parasut berwarna hijau, biru, dan kuning cerah.
Di antara koleksi mainan Daniel, ditemukan pula kuda-kudaan terbuat dari kayu randu dengan koboi duduk di atas pelana kuda. Pengaruh budaya barat dalam mainan tradisional terlihat dalam koboi berpistol dengan topi dan selendang yang dicat merah tua. Kendati cara mainnya hanya digerakkan maju mundur saja.
Koleksi Daniel yang paling populer dan diminati banyak orang adalah mainan yang mampu mengeluarkan suara, contohnya, etek-etek dan othok-othok. Etek-etek berupa boneka kayu yang bila digoyangkan, lehernya yang menonjol terpukul oleh kedua tangan boneka dan menimbulkan suara. Sedangkan, othok-othok berbentuk drum kecil yang diikatkan serangkaian kayu.
Ada juga mainan tradisional daerah Yogyakarta terbuat dari tanah liat. Kodok-kodokan, misalnya, yang mengeluarkan suara ketika kepala dan kakinya dipencet bersamaan serta burung-burungan yang berbunyi seperti burung perkutut jika ditiup.
Juga tamborin. Tamborin dari Bali ini berupa tamborin keluek, kerang, dan biji karet. Semuanya terbuat dari bambu. Besi yang dibakar dan ditempelkan pada bambu memberi motif indah berwarna hitam. Baik biji karet, kerang, maupun keluek diikat dengan tali dipucuk bambu. Bila digoyangkan, menimbulkan nada yang berbeda satu sama lain. Itulah keunikan mainan Tanah Air. Hanya menggunakan bahan alami di sekitar kita.
Selain tamborin, terdapat juga mainan anak asal daerah Pantura. Gamelan terbuat dari kayu randu seperti kuda-kudaan. Logam dipaku di atas kayu randu itu sehingga ketika dipukul dengan setangkai kayu, menimbulkan suara bagaikan alunan musik di telinga. Nada gamelan diatur oleh panjang pendeknya logam. Meskipun kayu randu dicat murahan, namun corak warna cat mencolok itulah yang merupakan ciri khas gamelan.
Kendati berwarna-warni dan mudah menimbulkan efek gerak, mainan daerah tidak luput dari kekurangan. "Mainan gampang rusak akibat suhu udara dan tidak semuanya aman untuk anak-kanak berhubung terbuat dari bahan natural yang rentan kena rayap dan air," ungkap Daniel. Contohnya saja, kuda-kudaan yang terbuat dari kayu randu. Mainan itu mudah patah bila jatuh. Pada umumnya, koleksi Daniel bertahan sekitar tiga bulan. "Bisa jadi bubuk karena rayap," kata pria itu sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Tamborin keluek, imbuhnya, juga dimakan rayap sehingga menjadi serbuk bambu.
Kendati Daniel belum memiliki toko sendiri karena kekurangan modal, ia tetap gigih dalam upayanya memelihara kelestarian aneka mainan Nusantara. [RPS/N-5]
Sabtu, 23 April 2011
SEJARAH KETAPEL
Dalam penggalian di situs hirbet el-Maqatir, sekitar 16 km sebelah utara Yerusalem, batu-batu umban diketemukan hampir di semua tempat. Dr. Bryan Wood, kepala tim penggalian, melaporkan, “Pada penggalian ketiga, kami menemukan hampir tiga lusin batu umban. Betuknya kasar, berdiameter2 inci lebih besar daripada bola tenis, dan beratnya sekitar sembilan ons.” Batu-batu itu dibentuk dengan alat. Bentuk dan ukurannya menunjukkan periode tertentu dalam sejarah Palestina. Batu umban berukuran besar digunakan hingga masa Yunani (akhir 4 BC). Pasukan Romawi dan Yunani menggunakan batu umban seukuran bola golf.
Ketapel zaman dahulu dibuat dari kulit atau juga dari anyaman wol, dengan sebuah kantung di tengahnya untuk meletakkan batu. Semakin panjang tali katapelnya semakin jauh pula lemparannya. Ketapel jarak jauh panjangnya sekitar 3 kaki.
Pasukan ringan (peltast) terdiri dari para pemanah, ketapel tangan, dan pelempar tombak. Mereka bertugas membuka serangan dengan menghujani musuh. Ketapel untuk jarak jauh, panah untuk jarak menengah, sedangkan tombak untuk jarak yang sudah agak dekat. Mereka juga bertugas melindungi pasukan berpedang (hoplite) saat melarikan diri.
Menurut sebuah dokumen perang, pasukan panah dilatih untuk membidik target sejauh 175 meter sedangkan pasukan ketapel 375 meter. Pasukan ketapel bahkan mampu membidik muka musuh secara akurat dengan kecepatan lemparan mencapai 90 km/jam. Seorang penulis Romawi mengatakan bahwa prajurit yang mengenakan baju pelindung berlapis kulit lebih takut pada serangan umban daripada anak panah. Sebuah dokumen kesehatan Roma yang ditulis oleh Celcus menunjukkan cara-cara pengambilan batu ketapel dari dalam tubuh seseorang. Ini berarti bahwa batu ketapel mampu menembus tubuh seseorang, walau dengan pelindung tubuh dari kulit.
Di Indonesia, ketapel sering disebut dengan plinthengan atau blandring. Ketapel digunakan untuk berburu hewan kecil seperti burung kecil atau capung, atau sekedar untuk bermain perang-perangan dengan teman sebaya.
Ketapel di Indonesia dibuat dari bahan kayu dan karet. Karet yang digunakan biasanya berasal dari ban bekas. Peluru yang digunakan biasanya batu kecil, atau karet gelang yang dibentuk bulat-bulat sehingga tidak melukai orang lain.
Kamis, 21 April 2011
BP (Bongkar Pasang)
BP? Masih ingat dengan mainan lucu yang satu ini? Untuk para perempuan tentunya pernah menjadi ‘dalang’ si boneka-boneka kertas lucu ini. Pemain biasanya memerankan satu atau lebih tokoh dengan karakter semaunya. Boneka kertas seolah-olah merupakan miniatur kehidupan kita sehari-hari. Tak heran, dalam satu set permainan ini disertakan pula pakaian dan aksesoris yang mendukung rutinitasnya. Satu set kertas biasanya terdiri dari dua atau tiga tokoh beserta pakaian-pakaian yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan. Pemain dapat menggunting tokoh dan pakaian kertas tersebut untuk kemudian dikenakan ke ‘badannya’.
Permainan ini sungguh mengasyikan. Selain memamupadankan pakaian, pemain juga dilatih untuk mendesain interior rumah sebagai tempat tinggal si boneka. Perabotan rumah tersebut pun cukup sederhana, dapat memanfaatkan barang sehari-hari yang mungkin sudah tidak dipergunakan lagi. Misalnya pulpen bekas sebagai dinding, bungkus rokok bekas sebagai tempat tidur, dll. Dapat disimpulkan permainan ini perpaduan antara barang dua dimensi dan tiga dimensi.
Permainan ini biasanya dimainkan oleh satu sampai dua orang. Para mainan boneka kertas biasanya berkerabat dekat atau yang lainnya, skenario ditentukan terserah si pemain. Wah, ternyata permainan ini bisa melatih daya imajinatif dan kreativitas para pemainnya ya! Tak cukup hanya satu jam untuk memainkan boneka kertas ini. Pemain biasanya terlena oleh waktu keasyikan alur cerita yang dibuat.
Boneka kertas biasanya dijajakan di toko-toko mainan tradisional yang mungkin tarafnya masih kecil-kecilan karena mainan ini terbilang sangat sederhana. Meski begitu, BP ini cukup menarik magnet para pecinta mainan. Kecantikan tokoh boneka, bagusnya desain baju, menariknya komposisi warna pakaian, dan perannya menjadi ‘sutradara’, mungkin menjadi nilai tersendiri yang membuat para pemainnya ketagihan. Harganya pun cukup murah. Jadi, mainan ini dapat diperankan oleh golongan apa saja dengan uang seadanya namun tetap menawarkan keceriaan. =)
LURAH-LURAHAN
Ada satu permainan anak tradisional dari masyarakat Jawa, terutama di DI. Yogyakarta, yang namanya cukup keren dan unik, yaitu “Lurah-Lurahan”. Namun dalam permainannya, ternyata seorang pemain tidak berpura-pura menjadi lurah (kepala desa), tetapi itu hanyalah sebuah nama permainan saja. Memang, biasanya dalam bahasa Jawa, apabila ada kata yang diulang, maka salah satu arti adalah menyerupai bentuk kata dasarnya, misalnya kucing-kucingan, maka dalam permainan itu, ada salah satu anak pemain yang berpura-pura menjadi seekor kucing. Namun begitu, ternyata istilah lurah-lurahan dalam permainan ini lebih untuk menunjuk alat yang dipakai untuk bermain.
Alat untuk bermain tersebut terbuat dari lidi. Salah satu bentuk lidi yang ditekuk atau dipatahkan dianggap sebagai “lurah, mbok, atau gacuk”. Jadi permainan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan seorang anak yang seolah-olah menjadi lurah. Di daerah lain seperti di Sleman, ada yang menyebut dolanan ini dengan nama cuthikan. Sebab, memang dalam permainannya ada unsur “nyuthik” yang artinya mengambil sesuatu dengan bantuan alat yang “dicuthikkan”. Mungkin penamaan di daerah lainnya juga akan berbeda. Dalam bahasa Jawa, sesuai Baoesastra Jawa (karya W.J.S. Poerwadarminta, 1939, hlm 279) dikenal kata “lurah” yang berarti penguasa di suatu wilayah pedesaan. Mungkinkah kata turunan “lurah-lurahan” terinspirasi dari kata itu?
Permainan tradisional ini termasuk salah satu dolanan yang memakai alat, yaitu lidi atau istilah bahasa Jawa, biting. Bisa juga memakai kayu. Namun umumnya memakai lidi karena mudah diperoleh. Selain itu, juga menggunakan bantuan alat kapur atau sejenisnya untuk menggaris kotak sebagai pembatas permainan. Dolanan ini dikenal di berbagai daerah dan cukup merata. Biasanya yang bermain dolanan ini adalah kelompok anak-anak sekolah dasar usia 7-12 tahun, baik laki-laki, perempuan, atau campuran. Jenis dolanan ini tidak banyak menguras tenaga, hanya membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Waktu yang sering dipakai untuk bermain dolanan ini adalah waktu senggang, bisa pagi, siang, atau sore hari.
Seperti dolanan lain yang tidak banyak membutuhkan tempat yang luas, permainan “lurah-lurahan” juga hanya membutuhkan tempat terbatas, minimal 1 meter persegi. Jika dilakukan berkelompok atau satu kelompok terdiri dari 4-5 orang, setidaknya membutuhkan tempat agak luas sedikit, kira-kira 3-4 meter persegi. Lahan untuk menggambar “lurah-lurahan” sendiri hanya membutuhkan luas 30 x 30 cm untuk satu kelompok permainan. Tempat yang biasa dipakai adalah tempat-tempat yang rata, seperti lantai tegel, ubin, keramik, atau tanah yang rata. Sebaiknya dimainkan di tempat aman serta teduh (terhindar dari panas dan hujan).
Dolanan ini setidaknya dimainkan minimal 2 anak. Bisa juga dimainkan oleh 3 atau 4 anak. Jika lebih dari 4 anak, sebaiknya membentuk kelompok sendiri. Sebelum mereka “sut” atau “hompimpah” untuk menentukan urutan bermain, mereka membuat kotak sama sisi kira-kira 30 x 30 cm, satu buah, bisa dengan kapur atau alat lainnya. Setelah itu, anak-anak juga harus mempersiapkan batang lidi sebanyak 9 buah, dengan rincian, 8 buah dengan panjang 10 cm dan 1 buah dengan panjang 12 cm. Panjang lidi 12 cm berfungsi sebagai “lurah” atau alat untuk mengambil (istilah bahasa Jawa: “nyuthik”). Panjang lidi 12 cm harus ditekuk pada ujungnya, kira-kira di antara panjang 10 dan 2 cm.
Selain itu, semua pemain harus menyepakati peraturan bersama, yang biasanya disepakati secara lisan. Di antara kesepakatan lisan adalah: 1) jika ada batang lidi setelah dilempar berada di luar kotak atau di atas garis, tidak diikutkan; 2) saat mengambil sebuah lidi menyebabkan lidi lain bergerak, berarti mati; 3) batang lidi “lurah” bisa dipakai untu mengambil “nyuthik” batang lidi lainnya; nilai sebatang lidi, misalkan 10, 20, dan seterusnya; 4) batas nilai finish (mendapat sawah) disekapati bersama, misalkan 500, 1.000, dan sebagainya); bagi yang paling sedikit mendapat nilai, dianggap kalah (boleh dengan hukuman atau tanpa hukuman, sesuai kesepakatan).
Apabila dalam 1 kelompok dimainkan oleh 2 pemain, misal A dan B, maka keduanya bisa bermain saling berhadap-hadapan. Apabila B mendapat giliran pertama bermain, maka ia memegang 9 batang lidi. Dengan jarak sekitar 30 cm di atas lantai, pemain B melemparkan batang-batang lidi tersebut ke dalam kotak yang ada di hadapannya. Maka batang-batang lidi akan terlempar dan bertebaran di dalam kotak. Jika ada lidi yang terlempar di luar kotak atau berada di atas garis kotak, maka batang lidi tersebut dianggap diskualifiasi atau tidak diikutkan dalam penilaian saat itu juga.
Rabu, 20 April 2011
ULAR TANGGA
Minggu, 17 April 2011
PINGSUT DAN HOMPIMPAH
Mak Ijah pakai baju rombeng.....
Hompimpah alaihom gambreng
Kuda lari di atas genteng......
Dalam permainan anak tradisional atau dolanan, sebelum sebuah permainan berlangsung, terlebih dahulu dilakukan undian untuk menentukan siapa yang berhak mulai bermain. Sistem yang digunakan yaitu Pingsut dan Hompimpah. Kedua sistem ini digunakan untuk menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang, hanya dengan menggunakan jari dan telapak tangan kita.
PINGSUT
Pingsut yaitu dengan cara mengadu jari kedua pemain berdasarkan simbol setiap jari kita. Aturannya bahwa jempol merupakan simbol gajah. Jari telunjuk simbol manusia. Kelingking simbol semut. Semut akan kalah oleh manusia. Manusia kalah oleh gajah. Gajah kalah oleh semut karena menurut cerita kalau gajah dimasuki telinganya oleh semut maka gajah tersebut dapat gila atau bahkan bisa mati. Jari kelingking kalah oleh jari telunjuk. Jari telunjuk kalah oleh jempol. Jempol kalah oleh kelingking.
Gajah yang besar bisa kalah oleh semut yang kecil memberikan pelajaran bahwa sesuatu yang besar dan tidak tertandingi justru bisa dikalahkan oleh sesuatu yang kecil dan diremehkan. Makanya kalau sudah jadi orang besar dan terkenal jangan meremehkan orang kecil.
Peraturannya, jari manis dan jari tengah tidak boleh dimunculkan. Apabila terlanjur dikeluarkan maka dianggap tidak sah, demikian juga kalau dua jari yang ditampilkan juga dianggap tidak sah alias harus diulang. Menggunakan tangan kiri juga tidak sah karena dianggap tidak sopan, atau menyalahi aturan permainan.
Ada pula yang disebut dengan pingsut cina. aIstilah gunting digunakan untuk jari telunjuk dan jari tengah. Kertas untuk tangan terbuka lebar, dan batu untuk tangan mengepal. Kertas kalah oleh gunting, gunting kalah oleh batu dan batu kalah oleh kertas. Batu dapat dibungkus oleh kertas. Dan, gunting dilempar batu akan patah. Kertas dapat dipotong oleh gunting.
HOMPIMPAH
Hompimpah yaitu cara undian dengan memperlihatkan seluruh telapak tangan kita secara bersama-sama. Untuk pemenang apakah yang tengadah atau yang telungkup dilakukan dengan cara hompimpah secara bersama-sama. Setelah dihitung, yang paling sedikit dianggap sebagai pemenang, apakah yang telungkup atau yang tengadah tangannya. Kalau ternyata yang telungkup lebih sedikit maka tangan telungkup dinyatakan pemenang dan yang tengadah langsung kalah dan keluar dari arena. Kalau sekali main ternyata yang telungkup kebawah ada beberapa anak, maka hompimpah dilakukan terus sampai hanya ada satu anak pemenangnya. Biasanya kalau tinggal dua anak maka dia akan pingsut saja.
Ketika sedang pingsut maupun hompimpah, bila ada teman kita yang curang dengan melambatkan mengeluarkan tangannya agar tahu pilihan teman yang lain dan diprotes, maka undian harus diulang sampai benar-benar semua tangan pemain dikeluarkan secara bersamaan. Maka, undian dinyatakan adil.
MONOPOLI
SEJARAH
Monopoli mungkin sebenarnya mengadopsi permainan yang semula diciptakan oleh Elizabeth Magie, The Landlord's Game, pada tahun 1904 yang ditujukan untuk memvisualisasikan bagaimana para tuan tanah memperkaya dirinya. Seiring berkembangnya waktu, monopoli mulai diadopsi oleh berbagai negara di dunia namun penjualannya belum meluas. Di Amerika sendiri monopoli baru diperkenalkan pada tahun 1910 oleh The Economic Game Company dan di Inggris pada tahun 1913 oleh The Newbie Game Company dengan nama Brer Fox an' Brer Rabbit. Pada tahun 1935, barulah monopoli dipatenkan dan dipasarkan secara meluas oleh Parker Brothers, yang didaulat sebagai ‘Bapak Monopoli’ dunia.
KARAKTERISTIK PERMAINAN
Monopoli terdiri dari beberapa property diantaranya:
1. Bidak
Bidak ini difungsikan untuk mewakili pemain. Dalam kotak Monopili biasanya tersedia sepuluh bidak yang bentuknya bermacam-macam.
2. Dadu
Dadu yang dibutuhkan berjumlah dua dengan enam sisi.
3. Papan permainan
Papan permainan Monopoli terdiri dari petak-petak diantaranya:
•22 tempat, dibagi menjadi 8 kelompok berwarna dengan masing-masing dua atau tiga tempat. Seorang pemain harus menguasai satu kelompok warna sebelum ia boleh membeli rumah atau hotel.
•4 stasiun kereta. Pemain memperoleh sewa lebih tinggi bila ia memiliki lebih dari satu stasiun. Tapi di atas stasiun tidak boleh dibangun rumah atau hotel.
•2 perusahaan, yaitu perusahaan listrik dan perusahaan air. Pemain memperoleh sewa lebih tinggi bila ia memiliki keduanya. Rumah dan hotel tidak boleh dibangun di atas perusahaan.
•Petak-petak Dana Umum dan Kesempatan. Pemain yang mendarat di atas petak ini harus mengambil satu kartu dan menjalankan perintah di atasnya.
4. Uang-uangan Monopoli
5. 32 rumah dan 12 hotel dari kayu atau plastik. Rumah biasanya berwarna hijau sedangkan hotel berwarna merah.
6. Kartu-kartu Dana Umum dan Kesempatan.
CARA BERMAIN
1. Siapkan papan permainan, bidak, dadu, uang dan kartu monopoli.
2. Bagi uang monopoli sesuai dengan ketentuan permainan.
3. Tempatkan kartu Dana Umum dan Kesempatan di kotak yang telah disediakan.
4. Tempatkan bidak pemain di kotak Start
5. Kocok pemain pertama, kedua, ketiga, dst.
6. Lempar dadu dan langkahkan bidak sesuai dengan angka dadu ayng didapatkan. Lakukan secara bergantian.
7. Pemain dapat membeli petak sesuai dengan harga yang tertera pada papan.
8. Pemain yang bidaknya menginjak petak pemain lain harus membayar pajak/harga sewa sesuai dengan harga yang ditentukan.
9. Cara bermain secara lengkap dan detil biasanya tertera pada dus permainan.
MANFAAT
Permainan Monopoli memiliki manfaat yang baik, terutama bagi perkembangan anak. Daya kreativitas anak dapat terlatih dengan memunculkan ide sesuai dengan konteks yang ada. Selain itu, anak juga sekaligus dapat belajar menghitung karena permainan ini sarat dengan ilmu ekonomi sederhana. Bagi remaja atau dewasa, Monopoli tentunya dapat menjadi salah satu permainan efektif yang mampu mengusir rasa jenuh dari ritunitas sehari-hari.
*Dari berbagai sumber
Jumat, 15 April 2011
JARANAN
Jaranan, jaranan, jarane, jaran teji
sing nunggang dara Bei
sing ngiring para mantri
jret-jret nong
jret-jret gung
srek-srek turut lurun
gedebug krincing, gedebug krincing
prok, prok, gedebug jedher
Mungkin terinspirasi terhadap hewan kuda (bahasa Jawa: jaran) sebagai binatang tunggangan, maka anak-anak di masyarakat Jawa menciptakan sebuah dolanan anak yang disebut jaranan ‘kuda-kudaan’. Bentuk, gambar, dan hiasan-hiasannya memang dibuat menyerupai hewan kuda. Akhirnya mainan itu biasa disebut jaranan.
Hampir di setiap daerah di wilayah Jawa mengenal dolanan khas ini. Hingga sekarang masih banyak dijumpai dolanan model ini di berbagai pelosok wilayah Jawa, khususnya apabila ada pasar malam, pertunjukan wayang kulit, pasar-pasar tradisional, cembengan, sekaten, atau pertunjukan tradisional lain saat perayaan merti dhusun (nyadran). Seni tradisional Jawa bahkan ada pula yang memakai jaranan sebagai salah satu alat untuk pertunjukannya, misalnya Jathilan. Hanya saja, bentuk dan ukurannya lebih besar, sesuai dengan postur orang dewasa.
Kamus (Baoesastra) Jawa karya W.J.S. Poerwadarminto terbitan Groningen Batavia tahun 1939 halaman 82 pun telah mencatat istilah jaranan sebagai salah satu bentuk dolanan anak di masyarakat Jawa. Dalam kamus itu diterangkan bahwa jaranan adalah bentuk suatu dolanan ‘permainan’ yang menyerupai jaran ‘kuda’. Berarti memang sebelum tahun 1939, jaranan sudah menyebar di masyarakat Jawa sebagai salah satu bentuk permainan yang sering digunakan oleh anak-anak.
Jaranan biasanya dibuat dari bahan gedheg ‘dinding bambu’ yang dibentuk menyerupai jaran ‘kuda’. Selesai dibentuk menyerupai kuda, dibingkai dengan belahan bambu di semua pinggirnya. Juga digambari dengan cat atau sejenisnya sehingga terlihat gambar kuda. Tidak lupa dihiasi dengan rumbai-rumbai di sekitar leher dengan rafia. Ukuran untuk anak-anak biasanya tidak lebih dari 40 cm (tinggi) dan 100 cm (panjang). Namun begitu, untuk bahan yang lebih sederhana, biasanya jaranan dibuat dari pelepah daun pisang. Setelah daunnya dibuang, pelepah dierati beberapa bagian lalu dibentuklah menyerupai jaranan. Lalu diberi tali di bagian kepala dan ekor. Tali tersebut dikalungkan di leher anak yang bermain jaranan ini.
Di beberapa daerah, seperti di Kulon Progo, seperti yang pernah dijumpai oleh Tembi, jaranan dibuat dari bahan ‘bonggol’ bambu. Bonggol bambu ini dibuat menyerupai kuda dan dimodifikasikan dengan kayu lain yang digunakan sebagai tubuh kuda-kudaan. Jadilah dolanan yang disebut jaranan. Ada pula yag dibuat dari kayu dengan kepala mirip kuda dan bagian tubuh dibuat bergoyang, sehingga anak-anak bisa duduk dan bermain di atasnya. Kiranya yang disebut terakhir ini adalah mainan
inovasi baru, yang dulu belum dikenal.
Bahkan hingga saat ini masih banyak pula di masyarakat Jawa yang melestarikan seni tradisi Jathilan. Seni tradisi ini sering pula disebut kuda lumping karena menggunakan media utama berupa jaranan. Hanya ukuran jaranan ini lebih besar sesuai dengan postur orang dewasa yang memainkan. Dalam seni tradisi Jathilan biasanya sudah dilengkapi dengan tabuhan musik tradisional dan seringkali dipertontonkan dalam berbagai acara, seperti festival, pasar malam, penyambutan tamu, upacara tradisi, dan sebagainya.
Anak-anak yang bermain jaranan bisa sendirian atau bisa pula berkelompok dengan teman-temannya. Saat ini, dalam bermain jaranan, biasanya anak-anak tampil dalam acara festival.
LAYANG LAYANG
Memandang langit pada saat ini hanya akan melihat awan putih dan birunya langit, tak akan ada fenomena lain selain pesawat yang melintas. Berkilas lima belas tahun silam ketika kita masih suka bermain kertas yang diterbangkan melalui benang, bernama layang-layang.
Layang layang, dimana lagi kita bisa melihat anak-anak yang bermain layang layang? Hampir disetiap sudut kota kita tak pernah melihat layang layang diterbangkan, bahkan tak satupun pedagang layang layang muncul disaat musim panas tiba. Nah, sekarang zaman telah berubah sangat drastis, lebih canggih dan anak-anak tidak pernah doyan dengan sajian membosankan dari sebuah layang layang.
Padahal, layangan adalah permainan yang sangat mengasyikan . jika kita mengingat kembali, disaat kecil kita suka bermain layan-layang, bahkan sampai saat ini kalo diajak maen layang kita mungkin masih mau. kita ulur layang kita naik tinggi banget, repotnya kalo mau pulang harus narik setarik demi setarik sampai kepegang tangan. Yang paling menyenangkan adalah ketika kita mencoba memutus layang-layang teman, saling ulur dan saling tarik sampai salah satu ada yg putus. Dikala putus layang-layang itu akan terbang jauh dan dikejar ma anak-anak kecil siapa yg dapat dia yg berhak atas layang putus itu, bahkan ada juga yang tersangkut dipohon. Belum lagi saat ini sudah banyak modifikasi dari layan layang, ada yang berbentuk binatang, tokoh kartun, atau sebuah benda. semua itu dilakukan agar menarik perhatian yang melihatnya.
LIhat, betapa mengasyikannya bukan bermain layang layang? bahkan ternyata ada filosofi dibalik bermain layang-layang tersebut, yaitu harapan atau cita-cita. Kita dan beberapa orang pasti mempunyai harapan atu cita-cita, maka terbangkanlah harapan kita itu setinggi-tingginya, seperti layang layang.
Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa. Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.
Fungsi layang-layang
terdapat berbagai tipe layang-layang permainan. Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.
Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidayapertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.
Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Cara membuat layang-layang
Persiapkan bahan-bahan berikut: 1 potong bambu tipis dengan lebar +/- 1 cm dan panjang +/- 80 cm, 1 potong bambu tipis dengan lebar +/- 1 cm dan panjang +/- 40 cm, Kertas tissue atau kertas minyak dengan ukuran sesuai dengan ukuran bambu, Spidol, Pita gulungan agak tebal, Tali atau benang, Gunting, Isolasi, Meteran.
1. Letakkan kedua bambu secara menyilang dengan titik pertemuan pada 1/3 dari bambu yang paling panjang Rekatkan kedua bambu tersebut dengan menggunakan tali atau benang.
2. Ikat dan hubungkan ke empat ujung bambu dengan tali atau benang hingga membentuk wajik.Sekarang rangka layang-layang selesai, lalu letakkan rangka layang-layang tersebut diatas kertas.
3. Tandai kertas tersebut dengan spidol sehingga mengikuti bentuk rangka layangan.
Tambahkan ekstra 2.5 cm untuk garis potongan.
4. Gunting kertas tersebut mengikuti garis potongan.
5. Lipat bagian kertas kearah belakang, lalu rekatkan pada rangka dengan menggunakan isolasi.
6. Untuk keseimbangan, tambahkan ekor dari tali atau benang sepanjang sekitar 1 meter, ikatkan pada bagian bawah layang-layangLangkah, tambahkan guntingan kertas untuk memperindah.
7. Buatlah lubang di tengah-tengah layangan (dekat dengan tempat penyilangan bambu rangka) masukkan tali atau benang layangan ke lubang dan ikatkan ke titik persilangan, lalu ikatkan ujung yang lain ke ujung bawah rangka layangan ( panjang tali sekitar 90cm).
Kamis, 14 April 2011
PERMAINAN BAMBU GILA
Bambu Gila merupakan atraksi tradisional masyarakat kepulauan Maluku yang paling antik. Kesenian ini disebut pula dengan nama Buluh Gila atau Bara Suwen. Pertunjukan ini bisa ditemui di dua desa yaitu Desa Liang, kecamatan Salahatu dan Desa Mamala, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi yang bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di kota Ternate dan sekitarnya.
Permainan tradisional ini biasanya dipertunjukkan para pemuda desa pada acara-acara tertentu. Untuk melakukannya, perlu tujuh pemain lelaki yang harus berbadan sehat serta kuat. Yang paling penting, harus didampingi seorang pawang.
Sebelum permainan dimulai, disiapkan terlebih dahulu sebatang bambu suanggi dengan panjang sekitar 2,5 meter dan diameter 8 cm. Bambu ini dipotong menjadi 7 ruas yang tiap ruas akan dipeluk oleh seorang pemain. Perlengkapan lain yang perlu disiapkan berupa kemenyan atau jahe. Kemenyan digunakan untuk pertunjukan bambu gila yg besar sementara jahe untuk pertunjukan bambu gila yang kecil. Dari sini, sudah terbayang aroma mistis pada atraksi bambu gila.
Pertunjukkan diawali dengan berdoa kepada Tuhan. Sang pawang lalu membakar kemenyan di atas tempurung kelapa sambil membaca mantra. Mantra diucapkan dalam bahasa Tanah, salah satu bahasa tradisional Maluku. Asap kemenyan tadi digunakan untuk melumuri bambu yang akan digunakan. Jika menggunakan jahe, jahe dipotong jadi tujuh bagian kemudian dikunyah oleh pawang sambil baca mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi dari kemenyan atau jahe ini sama yaitu untuk manggil roh para leluhur agar memberikan kekuatan magis ke bambu tersebut.
Selesai memberi mantra pada bambu tersebut, si pawang lantas berteriak “gila, gila, gila”. Atraksi bambu gila pun dimulai. Para penari akan bergerak dengan lincah mengikuti gerakan bambu gila. Bahkan, tubuh pemain akan terombang-ambing bahkan sampai terjatuh bangun karena gerak liar si bambu gila. Mereka akan membuat gerakan rangkaian dan saling mengaitkan tangan, dengan kelincahan gerakan kaki yang meliputi berjalan, melompat maupun berlari mengikuti suara musik yang dinamis. Atraksi bambu gila berakhir dengan jatuh pingsannya para pemain di arena pertunjukan. Yang unik dari pertunjukan ini, kekuatan magis bambu gila tidak hilang begitu saja sebelum diberi makan api yang dibuat dari kertas yang dibakar.
Kini tari itu hampir punah, dan hanya tinggal gerakan-gerakannya yang diubah menjadi tari lincah dengan gerakan kaki serta bulu (bambu) yang didekap kedua tangan. Gerak itu menandakan kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Gerakan yang kompak dan seirama ini sebenarnya merupakan lambang dari semangat gotong royong, yaitu membangkitkan jiwa persatuan dan kesatuan dalam melaksanakan berbagai segi hidup, yang adalah gambarang dari jiwa kegotong-royongan atau “Masohi” yang adalah budaya masyarakat Maluku sejak dulu kala.
Permainan Lompat Tali (Lompat Karet)
Sebenarnya permainan lompat tali karet sudah bisa dimainkan semenjak anak usia TK ( sekitar 4 – 5 tahun ) karena motorik kasar mereka telah siap, apalagi bermain lompat tali dapat menjawab keingintahuan mereka akan rasanya melompat. Tapi umumnya permainan ini memang baru populer di usia sekolah ( sekitar 6 tahun ). Jenis permainan lompat tali terbagi menjadi dua : Lompat kaki yang bersifat santai dan yang bersifat sport / olahraga. Lompat tali yang santai biasanya dimainkan oleh anak perempuan sedangkan yang sport / olahraga dimainkan oleh anak laki – laki. Dengan kata lain, permainan lompat tali tersebut bisa dimainkan oleh laki – laki maupun perempuan tanpa memandang gender.
Ternyata bermain lompat tali karet mempunyai banyak manfaat untuk anak – anak, diantaranya adalah :
1. Motorik kasar
Main lompat tali merupakan suatu kegiatan yang baik bagi tubuh. Secara fisik anak jadi lebih terampil, karena bisa belajar cara dan teknik melompat yang dalam permainan ini memang memerlukan keterampilan sendiri. Lama- lama, bila sering dilakukan, anak dapat tumbuh menjadi cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan berisi, kuat serta terlatih. Selain melatih fisik, mainan ini juga bisa membuat anak – anak mahir melompat tinggi dan mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Lompat tali juga dapat membantu mengurangi obesitas pada anak.
2. Emosi
Untuk melakukan suatu lompatan dengan ketinggian tertentu dibutuhkan keberanian dari anak. Berarti, secara emosi ia dituntut untuk membuat suatu keputusan besar, mau melakukan tindakan melompat atau tidak. Dan juga saat bermain, anak – anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa dan bergerak.
3. Ketelitian dan Akurasi
Anak juga belajar melihat suatu ketepatan dan ketelitian. Misalnya, bagaimana ketika tali diayunkan, ia dapat melompat sedemikian rupa sehingga tidak sampai terjerat tali dengan berusaha mengikuti ritme ayunan. Semakin cepat gerak ayunan tali, semakin cepat ia harus melompat.
4. Sosialisasi
Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang berarti memberi kesempatannya untuk bersosialisasi sehingga ia terbiasa dan nyaman dalam kelompok. Ia dapat belajar berempati, bergiliran, menaati aturan dan yang lainnya.
5. Intelektual
Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam aturan permainan. Umpamanya, anak harus melakukan lima kali lompatan saat tali diayunkan, bila lebih atau kurang ia harus gantian menjadi pemegang tali. Anak juga secara tidak langsung belajar dengan cara melihat dari teman – temannya agar bisa mahir dalam melakukan permainan tersebut.
6. Moral
Dalam permainan tradisional mengenal konsep menang atau kalah. Namun, menang atau kalah tidak menjadikan para pemainnya bertengkar, mereka belajar untuk bersikap sportif dalam setiap permainan. Dan juga tidak ada yang unggul, karena setiap orang punya kelebihan masing – masing untuk setiap permainan, hal tersebut meminimalisir
ego di diri anak-anak
MANTRAITEMDOELOE
Rabu, 13 April 2011
KAPAL TERBANG KERTAS
Kapal terbang kertas paling terkenal, karena ini adalah reka bentuk yang paling mudah dalam seni membentuk kertas. Kapal terbang kertas semudah-mudahnya bias dibentuk dalam 6 langkah.
Bahan kertas telah digunakan untuk membuat barang mainan sejak 2000 tahun dahulu di negeri Cina. Pada masa itu, layang-layang telah menjadi permainan yang popular di sana. Walaupun demikian, adalah tidak pasti,bahwa siapakah yang betul-betul menciptakan benda ini. Adapun reka bentuk kapal terbang kertas ini semakin maju, tahun demi tahun.
Kapal terbang kertas mungkin telah diciptakan pada tahun 1909. Tetapi, kebanyakan orang akan menerima pendapat bahawa Jack Northrop telah menciptakan kapal terbang kertas pada tahun 1930. Dalam hal itu, beliau telah menggunakan kapal terbang kertas untuk mengkaji seluk-beluk bagi pembuatan kapal terbang sebenarnya.
Di Indonesia, cara membuat kapal kertas kerapkali diajarkan semenjak kita duduk di bangku taman kanak-kanak. Ketika kapal kertas sudah terbentuk, kita akan berlomba untuk menerbangkannya. Kapal siapa yang terbang paling jauh, itulah kapal kertas yang paling hebat. Sebelum menerbangkan kapal ini, kita juga sering meniup ujung kapal kita. Entah dengan alasan apa, ritual meniup ujung kapal sebelum diterbangkan tetap berlangsung hingga kini. Ada yang bisa menjawabnya?
Selasa, 12 April 2011
CUBLAK CUBLAK SUWENG
“Cublak cublak suweng,
Suwenge tinggelenter
mambu ketundung gudhel…
Pak empong lera lere
Sopo ngunyu ndelek ake
sir, sirpong dele kopong
sir, sirpong dele kopong
sopo nguyu ndelek ake "
Sejarah permainan
Kata “cublak” adalah sebuah kata kebiasan atau idium yang digunakan untuk sebuah permainan saling tebak, sedang kata suweng artinya adalah hiasan telinga (bukan anting anting atau giwang)(ayo lah) bermain tebak tebakan (sebuah) informasi yang sangat penting.
Cublak cublak suweng berasal dari Jawa timur. Permainan ini diciptakan oleh salah seorang wali songo yaitu Syekh Maulana Ainul Yakin atau yang biasa dikenal dengan Sunan Giri. Sunan giri menyebarkan agama islam di Indonesia khususnya pulau jawa dengan jalur kebudayaan. Maka ia menghadirkan syair cublak-cublak suweng ini yang akhirnya di jadikan permainan dikalangan anak-anak.
KARAKTERISTIK PERMAINAN
Permainan cublak cublak suweng berkisar antara 5-7 orang dengan umur berkisar 6-14 tahun. Bagi yang masih berumur 6 – 9 tahu adalah masih belajar, sedangkan bagi yang berumur 10 – 14 tahun adalah melatih adik-adiknya yang masih kecil. Permainan Cublak-cublak Suweng memerlukan perlengkapan seperti suweng (subang)
Cara bermain
Permainan ini dimainkan oleh beberapa anak/orang, tetapi minimal tiga orang. Akan tetapi lebih baik antara 6 sampai delapan orang. Tujuan dari permainan ini adalah Pak Empo menemukan anting (suweng) yang disembunyikan seseorang.
Pada awal permaianan beberapa orang berkumpul dan mengundi/ menentukan salah satu dari mereka untuk menjadi Pak Empo. Biasanya pengundiannya melalui pingsut/encon/undian biasa. Setelah ada yang berperan sebagai pak Empo. Maka mereka semua duduk melingkar. Sedangkan Pak Empo berbaring telungkup di tengah-tengah mereka. Masing-masing orang menaruh telapak tangannya menghadap ke atas di punggung pakEmpo.
Salah seorang dari mereka mengambil kerikil atau benda (benda ini dianggap sebagai anting). Lalu mereka semua bersama-sama menyanyikan cublak-cublak suweng sambil memutar kerikil dari telapak tangan yang satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu tersebut dinyanyikan beberapa kali (biasanya 2-3 kali).
Setelah sampai di bait terakhir ...Sir-sir pong dele gosong pak Empo Bangun dan pemain lainnya pura-pura memegang kerikil. Tangan kanan dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam sesuatu. Hal ini untuk mengecoh pak Empo yang sedang mencari ”suwengnya”. Masing-masing pemain mengacungkan jari telunjuk dan menggesek-gesekkan telunjuk kanan dan kiri (gerakannya) persis seperti orang mengiris cabe. Mereka semua tetap menyanyikan Sir-sir pong dele gosong secara berulang-ulang sampai pak Empo menunjuk salah seorang yang dianggap menyembunyikan anting.
Ketika pak Empo salah menunjuk maka permainan dimulai dari awal lagi (pak Empo berbaring). Dan ketika pak Empo berhasil menemukan orang yang menyembunyikan antingnya maka orang tersebut berganti peran menjadi pak Empo. Permainan selesai ketika mereka sepakat menyelesaikannya.
APA YANG SERU DARI PERMAINAN INI?
Yang paling seru dari permainan ini adalah kita harus menebak siapa yang mencuri anting pak empo. Kita harus berhati - hati dalam menebak tahu siapa yang mencuri anting pa Empo . Sebab jika kita salah menebak maka kita akan dihukum seperti mengelilingi lapangan ataupun hukuman yang lainnya sesuai persetujuan para pemainnya.
Minggu, 10 April 2011
BATOK KELAPA
Pada permainan batok kelapa, alat yang dipergunakan adalah dua buah batok kelapa yang dibagi dua sehingga berbentuk setengah bola. Pada bagian tengahnya dilubangi dan dipasangi tali yang menghubungkan antara satu batok dengan batok lainnya sepanjang kira kira 1,5 - 2 meter. Permainannya adalah berlomba secepat mungkin berjalan menggunakan batok kelapa tadi dari satu sisi lapangan ke sisi lapangan lainnya. Orang yang paling cepat ia lah yang menjadi pemenangnya
Jumat, 08 April 2011
SI BULAT KELERENG
Orang Betawi menyebut kelereng dengan nama gundu. Orang Jawa, neker. Di Sunda, kaleci. Palembang, ekar, di Banjar, kleker. Nah, ternyata, kelereng juga punya sejarah. Ini kuketahui saat membaca majalah Intisari edisi Desember 2004, rubrik asal-usul, hal 92.
Sejak abad ke-12, di Prancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil. Lain halnya di Belanda, para Sinyo-Sinyo itu menyebutnya dengan knikkers. Lantas, adakah pengaruh Belanda, khususnya di Jawa, knikkers diserap menjadi nekker? Mengingat, Belanda pernah ‘numpang hidup’ di Indonesia.
Tahun, 1694. Di Inggris ada istilah marbles untuk menyebut kelereng. Marbles sendiri digunakan untuk menyebut kelereng terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers.
Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16 hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya adalah tanah liat dan diproduksi besar-besaran.
Jauh pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari batu atau tanah liat. Kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa.
Pada masa Rowami, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas. Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan.
Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus. Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan sekarang.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang yang semula satu warna, menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti dan akhirnya masing-masing negara
Karakteristik
Kelereng atau gundu adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
Manfaatnya: Melatih kecerdikan, ketangguhan, jiwa kolektor, jiwa kompetitor, menghargai benda yang dimiliki
YOYO
Sebenarnya permainan yoyo ini sudah ada sejak dulu. Yoyo yang kita sering mainkan sekarang itu berasal dari negara Tirai Bambu, China. Yoyo terbuat dari kayu, besi atau tanah liat yang diberi warna dan diberi tali.
Awalnya, yoyo terdiri dari dua piringan yang dihubungkan dengan tongkat kecil. Lalu terdapat senar kecil yang diikat keras pada tongkatnya dan senar lainnya dipegang oleh jari pemain. Piringan itu dapat naik dan turun jika senarnya dikendalikan oleh pemainnya.
Sejarah YOYO
Dari China yoyo dibawa ke benua Eropa. Hal itu diketahui dari lukisan pada pemerintahan Raja Louis XVII dari Perancis tahun 1789. Dalam lukisan itu terlihat seorang anak yang berusia empat tahun bermain yoyo. Saat itu namanya bukan yoyo tetapi incroyable dan emigrette.
Lalu pada 1791, permainan yoyo menyebar ke negara Inggris. Di Inggris permainan yoyo saat itu dinamakan bandalore. Sebelumnya para ahli purbakala menemukan mainan anak-anak dari zaman Yunani Kuno yaitu sebuah gulungan kecil yang dilengakapi senar. Mainan itu juga ditemukan di beberapa negara antara lain Mesir.
Nama yoyo sendiri diberikan oleh orang Filipina. Pada 1920, seorang warganegara Filipina, Pedro Flores, membuat perusahaan mainan di California, Amerika. Lalu pada 1928 perusahaan Pedro memproduksi mainan anak-anak yang kemudian ia namakan yoyo.
Lalu pada 1929, Pedro menjual perusahaannya pada seorang pebisnis Amerika bernama Donald F. Duncan yang juga penemu es krim Eskimo. Duncan inilah yang kemudian mengembangkan dan memasarkan yoyo ke seluruh dunia. Bahkan pada 1962, perusahaan mainan anak-anak milik Duncan berhasil menjual 45 juta yoyo.
Sampai sekarang permainan yoyo semakin berkembang dan tetap disukai anak-anak dan orang dewasa.Bahkan yoyo juga pernah dibawa dalam pesawat ruang angkasa milik Amerika pada 12 April 1985, untuk diikutkan dalam sebuah proyek.
Cara Memainkan
Yo-yo adalah suatu permainan yang tersusun dari dua cakram berukuran sama (biasanya terbuat dari plastik, kayu, atau logam) yang dihubungkan dengan suatu sumbu, di mana tergulung tali yang digunakan. Satu ujung tali terikat pada sumbu, sedangkan satu ujung lainnya bebas dan biasanya diberi kaitan. Permainan yo-yo adalah salah satu permainan yang populer di banyak bagian dunia. Walaupun secara umum dianggap permainan anak-anak, tidak sedikit orang dewasa yang memiliki kemampuan profesional dalam memainkan yo-yo.
Yo-yo dimainkan dengan mengaitkan ujung bebas tali pada jari tengah, memegang yo-yo, dan melemparkannya ke bawah dengan gerakan yang mulus. Sewaktu tali terulur pada sumbu, efek giroskopik akan terjadi, yang memberikan waktu untuk melakukan beberapa gerakan. Dengan menggerakkan pergelangan tangan, yo-yo dapat dikembalikan ke tangan pemain, di mana tali akan kembali tergulung dalam celah sumbu.
Ada berbagai teknik bermain yoyo, contohnya:
•Putar bawah (Slepping), teknik dasar bermain yoyo dengan cara membuat yoyo berputar pada ujung tali bawah dan diam untuk beberapa saat
•Lompatan (Looping), teknik dimana yoyo selalu dalam keadaan bergerak atau tak perlu kembali ke tangan pemain untuk dilempar kembali.
•Off-string, teknik ini menggunakan ikatan longgar tali pada yoyo. Sehingga yoyo dapat berputar pada sumbunya, kemudian pemain dapat melakukan akrobat dengan yoyo yang masih berputar, seperti mendarat di tali dan memantul
Jenis yoyo kupu-kupu paling cocok untuk trik ini karena mempunyai celah yang lebar dan pinggir yoyo yang tumpul